Cari Blog Ini

Senin, 31 Oktober 2011

Kisah sepanjang jalan

Senin, 31 Oktober 2011...
ketika entah untuk yang kesekian kalinya aku menangis bagai anak kecil yang mengharapkan permen coklat dari sang Ibu. 
Ahhh... Ibu.. Mama... Bunda... atau apalah ...
sudah lama tak bertemu. Lama tak memanggil sebutan itu lagi semenjak aku berada di tempat ini. Bagaikan penjara besar yang senantiasa mengurung ku dalam himpitan yang tak berujung. Lama sudah kunantikan hari-hari dimana aku bermalas-malasan. Menghabiskan waktu hanya dengan tidur dan makan snack, jalan-jalan bersama mama dan papa, dibelikan ini dan itu, nonton tv bersama adik, dan bermain bersama anjing-anjing kecil ku menghabiskan sore yang indah. Ahhhh.. itu dulu. sudah lama ketika aku masih duduk di bangku SMP. Sering melamun, "Akan jadi apakah aku nanti? Banyak piala yang ku menangkan. Bukannya sombong. Tapi aku bangga. Di samping itu mama selalu mendukung segala usaha dan jerih payah ku." Papa cuma bisa bilang, " Ahhh  kamu itu cuma pemenang daerah. Menangnya di 'kandang' sendiri aja." Dan Mama selalau bilang, "Mau jadi apa ya anak perempuan mama yang paling tua ini?"... Lalu saat itu aku mengambil keputusan untuk mengalahkan tantangannya, aku bertekad untuk membuktikan pada mereka kalau aku juga bisa membuat mereka lebih bangga daripada itu.

Ya. Aku terlahir dalam keluarga yang bisa dibilang "kumpulan orang-orang sukses". Kakek adalah satu-satunya provokator untuk menjadikan anak cucunya seperti dia. Berada dalam jalur kemenangan tingkat tinggi. Yang dulunya selalu menjadi juara kelas, hingga mencapai gelar profesor. 

Tante, orang yang selalu dibanggakan mama. Karena kecerdasannya, kini bisa sukses dan dapat hidup mewah. Anak-anak nya pun juga begitu. Memperoleh prestasi yang sangat membanggakan. Di bidang musik maupun ilmu pasti. Dari 4 bersaudara, hanya Mama yang biasa-biasa saja. Jadi guru ya disyukuri saja. yang penting sejahtera. Tapi mama ingin kedua anak perempuannya tidak seperti dia, harus bisa lebih sukses daripada mamah.

Dan papah... satu-satunya orang di antara sanak saudaranya bisa sukses seperti sekarang. Papa selalu berusaha memperoleh jabatan tertinggi di kantor atau memperoleh penghasilan sebanyak mungkin.

Adikku, Ori. Salah satu cucu kebanggaan Kakek. Adik kecil yang selalu diminta Kakek bercerita untuknya. Walaupun nakal, tapi adikku ini selalu menjadi juara 1 di kelasny dan menjadi kebanggaan guru-guru.

Aku?
Bagaimana dengan aku?


Setahun yang lalu... aku rasa ini semua sudah pilihan yang tepat.
Tapi sepertinya entah kenapa mulai ada perasaan menyesal di balik itu semua.

Sekarang.. tak terasa sudah meginjak kelas 2 SMA. Sampai saat ini aku masih belum bisa membanggakan Kakek.Yang ku bawa setelah pulang dari sekolah hanyalah wajah yang letih dan langsung menuju kamar. Satu-satunya tempat dimana aku bisa meletakkan kepalaku sejenak di atas tempat tidur yang empuk, walaupun sudah jarang kubersihkan tapi tante kadang membersihkannya jika ada waktu luang dan aku merasa tak enak jika tak membantu pekerjaannya.

Dan setiap habis bagi raport, pasti nilai Matematika yang jelek yang kuserahkan pada Kakek untuk ditandatangani. Meskipun berturut-turut nilai Biologi ku selalu mencapai nilai tertinggi, dan hanya itu saja yang bisa kubanggakan dari kesemuanya. Walaupun berharap dapat memenangkan Olimpiade Biologi yang tahun lalu bisa dibilang bukan rejeki untuk ku.

Hingga sampai saat ini belum ada satu pun kejuaraan yang bisa kumenangkan dengan usaha ku sendiri dan membanggakan Kakek. Hanya bebereapa bulan lalu memenangkan Lomba Gerak Jalan sebagai juara 1. Itu pun hanya mendapat anggukan dari Kakek. 1 bulan yang kuhabiskan untuk berlatih bersama teman-teman, tapi tak berarti apa-apa ketika aku sampai di rumah dan memandang wajah Kakek dengan penuh harap medapat ucapan selamat ataupun tersenyum sedikit saja.

Bicara ekskul.. sulit kuceritakan.. ini benar-benar menjadi beban mental dan beban fisik. Setiap hari dengan membanggakan 1 buah benda berbentuk segilima yang kusematkan 2 jari di atas kantong kemeja sekolahku, hanya itu yang kubanggakan di depan Kakek. Sambil dalam perasaan takut untuk menghilangkan benda kecil itu, karena dari situ aku belajar bertanggung jawab. Seketika aku berpikir, apa ini yang selama ini aku cari? Jauh dari harapan ku. Entah kenapa setahun yang lalu aku memilih untuk jadi seperti ini.

Ingin rasanya bebas dan melupakan semuanya, tapi itu sulit. Seperti ada yang menahan ku untuk tetap tinggal dan tetap berada bersama mereka, teman seperjuangan.

Dan aku mulai mengerti.

Saat ini aku masih aktif di organisasi. Tapi... ini juga menjadi beban pikiran untukku. Entah bagaimana aku bekerja hingga aku merasa kelelahan juga. berbanding terbalik dengan apa yang aku janjikan dulu. Dan ini sudah berada pada titik kejenuhan. Ketika berhadapan dengan orang-orang yang sulit... dan membebani aku dengan tugas-tugas yang semestinya bukan bagian ku. Tapi itu semua tetap kulakukan untuk semuanya. Entah darimana aku bisa bertindak dan berpikir demikian. Dan kadang aku merasa kebaikan ku disalahgunakan. Memang... aku lemah.

Hmm.... aku hanya orang asing. Tapi setidaknya aku berusaha untuk menjadi pekerja yang baik.
Dan kembali ke rumah...
Hanya lelah yang ku bawa tanpa senyum sedikit pun pada Kakek. Jarang aku bisa duduk 1 meja bersama Kakek saat makan malam. Padahal hanya saat itulah Kakek dan aku bisa berbicara, sebab sepanjang hari hingga menjelang malam, aku menghabiskan waktu ku di tempat penuh sengsara itu (yang kelihatan nya seperti surga) dengan semua tugas dan tanggung jawab yang selama ini aku banggakan.
Saat jam makan malam, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur tanpa menghiraukan Kakek memanggilku beberapa kali untuk makan malam bersamanya. Dan ketika Kakek selesai makan, aku pun berjalan dengan manja seperti berat melangkahkan kaki menuju meja, dan makan. Ketika itu Kakek biasanya menonton tv sendirian karena tak ada yang menemani dan menghiburnya. padahal Mama menyuruhku berada disini untuk menemani Kakek. Tetapi aku melalaikan ucapan Mama.
Bukan maksud untuk menghindari Kakek, tapi seringkali ketika berada di meja makan, Kakek seperti hendak menginterogasi untuk menanyakan ku bagaimana aku di sekolah dan apa saja yang aku peroleh.  dan tak segan-segan untuk mengevaluasi kembali hingga aku berusaha keras mengingatnya sampai aku menyerah dan tersenyum manja tanda pasrah. Ya, Kakek memang orang hebat. Tapi tidak untuk ku. Aku tergolong bodoh. Tapi Mama selalu bilang, "kamu pasti bisa kalau kamu rajin, Nak."

Mama....
Mama yang selalu menanyakan kabar ku lewat telepon. sekedar untuk melepas rindu, aku bercerita panjang lebar pada Mama, meskipun Mama sepertinya tak mengerti apa yang aku katakan, Mama hanya mengiyakan saja. Tapi di saat itulah aku puas, sebab aku tak tau harus bercerita pada siapa lagi selain Mama.

Teman?
Ya. Aku punya banyak teman. Tapi tak ada yang mengerti. 

Seorang laki-laki... 
ya. sayang...
dia yang selalu membantu beberapa pekerjaan ku. walaupun aku hanya membalas membalas dengan omelan, tapi dialah yang membantu. setidaknya aku sudah mengucapkan terima kasih. Tapi emosi yang membuat kami berselisih senantiasa. Dan tak jarang aku juga bercerita padanya walaupun tak memberi hasil apapun.
Setidaknya aku ingin dia tau masalahku. itu saja.
...

Tak terasa sebentar lagi Natal.
Entah apa yang harus aku perbuat terhadap perjanjian untuk bekerjasama dengan sekolah lain ini. Sulit memang. Begitu pasif dan tak menghasilkan apapun. Kecuali aku bertindak terlebih dahulu untuk membangkitkan semangat mereka. Dan aku senang jika semuanya berjalan lancar.
hanya itu.... hanya itu yang saat ini bisa kubanggakan. semua hal..

Tak jarang aku menangis, entah inikah jalannya...
aku seperti terhimpit di antara banyak tembok.

Entah seperti inikah caranya untuk menjadi dewasa... melewati berbagai masalah hingga nanti saatnya aku menemukan pencapaianku?

Lama...
Dan sangat lama....

Entah kapan.

Hari ini, cucu Kakek yang pertama wisuda.
dan betapa bangganya Kakek. 
Aku iri dan kembali menerawang...

Sampai kapankah lamunan ku akan berakhir?
Entah apa yang terjadi besok. Aku sakit. 
Dan aku hanya bisa menunggu sambil bertindak menurut isi hatiku...

untuk ku, dan untuk mereka.

Untuk Mama dan Papa. Aku sayang kalian.
Ori... Sudah lama gak naik sepeda keliling komplek lagi...

Aku ingin sekali pindah dari kota ini.. melepaskan semuanya.  Tapi sulit...
Dan aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali menjalaninya dengan ikhlas...

Aku hanya berharap aku masih punya kekuatan untuk mengubah hidupku menjadi lebih baik lagi...
Dalam setiap doa dan harapan ku pada-Nya. aku tau Dia punya rencana yang baik untuk hidupku...